18 February 2017

Siswa Cerdas, Menyulap Lumpur Rawa Jadi Sumber Energi

Banyaknya stok lumpur yang mengendap di rawa-rawa Sidoarjo membuat Muhammad Muhaimin, Bima Dwi Putra, dan M. Surya Ramadhan tergerak untuk menggali potensinya. Dari penelitian yang dilakukan, lahirlah karya tulis ilmiah. Karya perdana itu langsung menjadi juara tingkat Jatim.

Di depan laboratorium farmasi SMK Plus NU Sidoarjo Rabu (7/2), Muhammad Muhaimin, Bima Dwi Putra, dan M. Surya Ramadhan menunjukkan laporan penelitiannya kepada Jawa Pos. Laporan bersampul hijau daun itulah yang mengantarkan ketiganya menjadi juara I dalam lomba karya tulis ilmiah tingkat SMK/SMA/MA sederajat se-Jawa Timur yang diselenggarakan Universitas Trunojoyo, Madura, pada 23 Oktober 2016. Tema lomba adalah Peran Sains dan Teknologi dalam Meningkatkan Intelektual dan Prestasi Bangsa.

Dari kiri, Bima Dwi Putra, Muhammad Muhaimin, dan M. Surya Ramadhan.
Sembari membuka lembar demi lembar laporan penelitian tadi, tiga siswa yang tergabung dalam kelompok ilmiah remaja (KIR) SMK Plus NU Sidoarjo itu menunjukkan poin-poin penting dalam penelitian mereka.

Pada halaman pertama, mereka menunjukkan judul berhuruf besar yang ditulis tebal. Tertulis Inovasi Energi Alternatif Ramah Lingkungan, Inovasi Sumber Energi Alternatif Lumpur Rawa Secara Rangkaian Seri Sistem Microbial Fuel Cell.

’’Maksudnya, kami memanfaatkan lumpur rawa menjadi sumber energi listrik,’’ ujar Muhammad Muhaimin, sang ketua tim. Mereka memilih menggunakan lumpur rawa dengan alasan banyak rawa di Sidoarjo. Juga tambak. Namun, rawa tersebut selama ini hanya dimanfaatkan untuk pertanian dan perikanan.

Padahal, sepengetahuan mereka, lumpur di rawa-rawa Sidoarjo banyak mengandung mikroba jenis geobacter. Dengan pengolahan yang tepat, mikroba itu bisa menghasilkan energi listrik.’’Bukan lumpurnya yang berperan penting, tapi mikroba pada lumpur tersebut,’’ terang Muhaimin.

Mikroba tadi biasanya banyak tersimpan pada lumpur rawa bagian paling bawah. Bagian endapan lumpur yang umumnya berwarna hitam. Lumpur di permukaan yang cenderung berwarna keabu-abuan lebih sering hanya mengandung sedikit mikroba. ’’Yang bagian endapan itu lumpurnya padat seperti tanah, tidak lembek kayak yang di permukaan,’’ jelas remaja kelahiran Sidoarjo, 9 Mei 1999, tersebut.

Karena teksturnya lebih padat, cara mengambilnya tidak sulit. Hanya, butuh tenaga ekstra karena harus mengangkatnya dari dalam air. ’’Gampang kok, tinggal angkat pakai sekop, lalu dimasukkan ke wadah. Asyik juga sambil nyebur mainan air,’’ ungkap pelajar kelas XI Farmasi 1 itu.

Untuk mengubahnya menjadi tenaga listrik, mereka membuat alat yang disebut reaktor jembatan garam. Mirip reaktor pembangkit listrik bernama proton exchange membrane (PEM). Bedanya, alat buatan mereka lebih sederhana dan murah. Reaktor jembatan garam mereka buat dengan cara menyiapkan dua toples plastik bekas sosis. Satu toples diisi lumpur, satunya diisi cairan aquades. Lalu, bagian samping dua toples tadi dilubangi.

Fungsi lubang pada dua toples tersebut untuk memasukkan selang penghubung antar kedua toples. Selang penghubung tadi diisi dengan sumbu kompor yang direbus dengan air garam sampai mengkristal.’’Toples tadi ditutup. Lalu, tutupnya dilubangi untuk memasukkan kabel ke masing-masing toples yang berfungsi menyalurkan listrik,’’ terang Bima Dwi Putra.

Dengan demikian, ada dua kabel dari dua toples. Satunya sebagai kutub minus dan satunya plus. ’’Satu toples itu menghasilkan listrik 0,45 volt. Namun, kalau lumpurnya ditambahkan air gula, listrik yang dihasilkan bisa 0,6 volt,’’ jelasnya.

Mereka mendapatkan ide tersebut lantaran kerap menemukan informasi bahwa air jeruk nipis bisa menghasilkan listrik karena keasamannya. Dari situ, mereka berpikir selain jeruk pasti ada benda lain yang bisa menghasilkan listrik. ’’Karena di Sidoarjo banyak rawa, kami coba melihat kandungan di lumpur. Ternyata bisa digunakan untuk listrik,’’ terang siswa kelas X Farmasi 1 itu.

’’Kalau jeruk kan pasti boros karena bisa dibuat masakan. Harganya cenderung lebih mahal,’’ jelas Bima. Di sisi lain, selama ini belum ada yang memanfaatkan lumpur. Jumlahnya juga banyak. Terutama, di tambak wilayah timur Sidoarjo. ’’Konsep yang kami usung kan energi alternatif dari lingkungan sekitar yang jarang dilirik orang,’’ ujarnya.

Untuk membuat karya itu, mereka menghabiskan waktu sekitar sebulan. Mulai mengambil lumpur, merancang alat, uji coba, hingga latihan presentasi hasil karya mereka. ’’Setelah itu, sempat bingung presentasinya harus bagaimana. Sebab, itu penelitian pertama kami,’’ ucap remaja kelahiran Lumajang, 9 Mei 2001, tersebut.

Hampir setiap hari mereka belajar presentasi. Biasanya, mereka berlatih di kelas sepulang sekolah. Teman-teman mereka diajak untuk menjadi audiens yang melihat dan mendengarkan presentasi. Kadang, teman-teman mereka juga membantu mengevaluasi presentasi jika dirasa kurang menarik. ’’Kadang yang nonton ramai, kadang sepi,’’ ucapnya.

Saat kompetisi di Madura, mereka mendapatkan nilai yang tinggi. ’’Cara presentasinya saja yang kami rasa sangat kurang karena baru pertama ikut. Baru tahu, sedangkan jam terbang saingan sudah tinggi,’’ timpal Muhammad Surya Ramadhan.

Hal itu yang membuat mereka sempat pesimistis. Kemampuan presentasi para saingan sudah luwes. Karya yang mereka ikutkan juga unik-unik. Bahkan, tidak sedikit yang sudah menyabet gelar juara pada kompetisi serupa. ’’Juara ketiga dan kedua disebut dan itu bukan kami. Ya sudah kami nggak yakin juara. Sebab, kami akui yang lainnya sangat bagus,’’ lanjut Surya.

Ternyata saat mengumumkan juara I, MC menyebutkan nama tim mereka. Kaget dan haru. Tak menyangka, mereka bisa mengalahkan 55 tim lainnya.’’Bangga dan tidak menyangka. Walaupun baru pertama membuat karya tulis dan pertama lomba, ternyata bisa juara provinsi,’’ ungkap Surya.

Semangat untuk membuat karya tulis pun kini meningkat. Yang paling baru, mereka membuat plastik yang mudah didaur ulang. Mereka menyebutnya dengan Alustik. Yakni, plastik yang dibuat dari olahan sari pati jerami nangka. Karena bahannya alami, tak heran jika sangat mudah didaur ulang.

Karya tersebut sudah selesai dan dikirimkan pada kompetisi karya ilmiah tingkat nasional di Universitas Internasional Semen Indonesia, Gresik. ’’Kami lolos semifinal. Doakan bisa menang,’’ kata Surya. ’’Minggu ini kami presentasi karya itu dalam semifinal,’’ lanjut siswa kelahiran Tarakan, 17 Desember 2000, tersebut. 

by: firma zuhdi al fauzi 

No comments:

Post a Comment